A.
Pengertian
Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan
keterbelakangan mental, jauh di bawah rata- rata. Gejalanya tak hanya sulit
berkomunikasi, tetapi juga sulit mengerjakan tugas-tugas akademik. Ini karena perkembangan otak dan fungsi
sarafnya tidak sempurna. Anak-anak seperti ini lahir dari ibu kalangan menengah
ke bawah. Ketika dikandung, asupan gizi dan zat antibodi ke ibunya tidak
mencukupi.
Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama
dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak
tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang
digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelejensi yang terlambat.
Adapun
cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa
indikasi sebagai berikut:
- Penampilan fisik tidak
seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
- Tidak dapat mengurus diri
sendiri sesuai usia,
- Perkembangan bicara/bahasa
terlambat,
- Tidak ada/kurang sekali
perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
- Koordinasi gerakan kurang
(gerakan sering tidak terkendali),
- Sering keluar ludah (cairan)
dari mulut (ngiler).
B.
Klasifikasi
Anak Tunagrahita
Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di
ukur melalui IQ:
1)
Tunagrahita
Ringan (IQ 51-70)
Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan
memiliki banyak kelebihan dan
kemampuan. Mereka mampu dididik dan
dilatih. Misalnya, membaca, menulis,
berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih
mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari
bahaya apapun. Karena itu anak
tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.
2)
Tunagrahita
Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan.
Anak tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya
mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika
ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat
bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan
perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan
untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.
3)
Tunagrahita
Berat (IQ dibawah 20)
Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena
dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan
pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi
berlindung dair bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat
digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tungrahita berat.
C.
Kebutuhan
Belajar ABK dengan Keterbelakangan Mental
Seperti diketahui bahwa anak penyandang
keterbelakangan mental sangat berrvariasi kemampuannya mulai dari ringan,sedang
sampai berat. Anak-anak terbelakang mental pada umumnyan masih memiliki
kemampuan /potensi dalam belajar dan mengembangkan seluruh hidup sesuai dengan
tingkat kemampuannya.Namun karena keterbatasannya maka merea membutuhkan
Layanan Pendidikan Khusus.
Ada beberapa bidang perkembangan yang diperlukan
oleh siswa-siswi yang terbelakang mental :
a) Pengembangan
Kemampuan Kognitif
Anak-anak
yang terbelakang mental pada umumnya memilii keterlambatan dalam bidang
kognitif.Oleh karena itu maka perlu adanya pengembangan kognitif yakni: 1)
the pace of learning Siswa Tunagrahita dalam belajar memerlukan waktu
belajar lebih banyak dibandingkan dengan teman sebaya yang normal. 2)
levels of learning,anak-anak terbelakang mental memerlukan dorongan
untuk dapat memahami isi materi sesuai tingkat kemampuannya. 3)
levels of comprehension, pada umumnya mengalami kesulitan mempelajari
materi yang bersifat abstrak sehingga perlu adanya penggunaan media-media
konkrit dalam pembelajaran.
b) Pengembangan
Kemampuan Bahasa
Keterlambatan
dalam bidang bahasa merupakan salah satu cirri dari anak terbelakang mental.
Keterlambatan pada bidang akademik pada umumnya juga bersumber dari
keterlambatan bahasa. Agar ketrampilan berbahasa memadai maka memerlukan
bimbingan bahasa.
c) Pengembangan
Kemampuan Sosial
Masalah
utama yang dialami oleh anak terbelakang mental(Tunagrahita) adalah tidak
adanya kemampuan bersosial. Hambatan ini berakibat pada ketidakmapuan anak
dalam memahami kode atau aturan yang terdapay di sekolah,keluarga maupun
masyarakat.Dalam upaya pengembangan social anak Tunagrahita diperlukan beberapa
kebutuhan misalnya: 1) kebutuhan merasa menjadi bagian dari masyarakat. 2) Kebutuhan
dari menemukan perlindungan dari sikap yang negative. 3) Kebutuhan aan
kenyamanan social. 4) Kebutuhan untuk menghilangkan kebosanan.
D.
Kesulitan
Belajar Anak Tunagrahita
Kesulitan belajar merupakan bidang yang sangat luas, dan sangat komplek
untuk dipelajari, karena menyangkut sekurang-kurangnya aspek psikologis,
neurologis, pendidikan dan aspek kehidupan sosial anak dalam keluarga/
masyarakat. Setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang yang berebeda dalam
memahami dan menjelaskan fenomena kesulitan belajar yang dialami oleh seorang
anak. Anak berkesulitan belajar
adalah anak yang memiliki gangguan
satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa
lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk
kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca,
menulis,mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti
gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan.
Ketika seorang anak belajar memerlukan kemampuan dalam beberapa aspek
yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik,
kemampuan mengingat (memory), proses
kognitf (cognitive prcsess) dan
perhatian (attention).
Kemampuan-kemampuan tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar
akan mengalami hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut
mengalami gangguan. Apabila ada seorang anak yang mengalami kesulitan pada
keempat aspek seperti itu ada kemungkinan anak tersebut mengalai kesulitan
belajar yang bersifat internal (learning
disability)
Berikut adalah contoh beberapa
kesulitan belajar yang dialami oleh anak Tunagrahita yaitu:
1)
Kesulitan
Membaca
Kesulitan
belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia). Ada nama-nama lain
yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective readers dan remedial
readers, (Hallahan, Kauffman, and Lloyd, 1985 : 202).
Membaca mengandung beberapa pengertian. Di dalam
Karnus Besar Bahasa Indonesia, membaca diartikan (1) melihat dan memahami isi
dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati). (2) mengeja atau melafalkan apa yang tertulis.
Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat membaca diperlukan adanya keterarnpilan
khusus, yang dalam konteks ini adalah mengeja dan melafalkan apa yang tertulis.
Dalam belajar membaca, anak harus
terampil
dalam mempersepsi bunyi fonem, morfem, sematik dan sintaksis. Ini biasa mdisebut dengan kemampuan berbahasa/ linguistik.
Anak yang mempunyai kesadaran linguistik
dengan baik, tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca.
Pada umumnya anak
Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam hal mengingat (memory) yang merupakan suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari
neurologis (syaraf) , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan
membaca anak Tunagrahita dipengaruhi oleh Aspek
Persepsi dan Aspek Memory yang merupakan proses mental yang terletak di
otak . Persepsi diperlukan
dalam belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya, seorang anak
diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan /9/. Anak yang persepsi
penglihatannya baik, akan dapat membedakannya. Sedangkan anak yang mengalami
ganguan persepsi akan sangat sulit untuk menemukan karakter yang membedakan
kedua bentuk tersebut. Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang
mengalami hambatan seperti ini untuk belajar membaca. Mengingat (memory) adalah kemampuan untuk menyimpan informasi dan
pengalaman yang pernah dipelajari pada masa lalu dan dapat dimunculkan kembali
jika diperlukan. Kemampuan mengingat ini mempunyai dua tingkatan yaitu ingatan
jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory).
Mengingat sesuatu, baik yang dilihat maupun yang didengar dalam tempo yang
sangat singkat, disebut ingatan jangka pendek (short term memory). Belajar
sangat erat hubungannya dengan ingatan jangka pendek. Anak yang mengalami
kesulitan dalam ingatan jangka pendek akan sangat sulit untuk menyimpan
informasi atau pengalaman belajar dalam ingatan jangka panjang.
Kesulitan membaca disebabkan karena kompetensi dasar membaca belum tercapai dengan baik yaitu:
Kesulitan membaca disebabkan karena kompetensi dasar membaca belum tercapai dengan baik yaitu:
a.
Mengenal
huruf,
b.
Menggabungkan
dua huruf menjadi suku kata (peleburan bunyi),
c.
Menggabungkan
suku kata menjadi kata atau kesulitan dalam menyusun kata dalam kalimat.
Ada
beberapa metode membaca untuk anak Tunagrahita:
a) Metode
Fonik
Menekankan
pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Pada mulanya anak
di ajak mengenal bunyi huruf, kemudian menjadi suku kata dan kata. Mengenalkan
huruf mengaitkan huruf depan dengan berbagai nama yang sudah dikenal anak.
Misal: B……… K………
b) Metode
Linguistik
Metode ini
didasarkan atas pandangan bahwa membaca ialah suatu proses memecahkan kode atau
sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai. Metode ini menyajikan
kepada anak suatu kata yang terdiri dari konsonan- vocal / vocal- konsonan.
Suku kata menjadi kata.
Misal : bu
– ku Þ buku
c) Metode SAS
( Struktural Analisis Sintetik)
Mengajar
membaca dengan mengenalkan kalimat dipisah menjadi kata- suku kata – huruf –
suku kata – kata – kata – kalimat.
Misal:
ini ibu
budi
ini – ibi –
budi
i – ni i –
bu bu – di
i – n – i i
– b – u b – u – d – i
i – ni i –
bu bu – di
ini – ibi –
budi
ini ibu
budi
d) Metode
Fernald ( VAKT ) = Visual Auditory Kinestetic Taktic
Mencoba
menulusuri huruf yang dibentuk dengan gerakan telunjuk di udara, kemudian anak
membacanya, diulang beberapa kali, sehingga anak bisa membacanya dengan baik.
e) Metode Gilingham
Diajarkan beberapa huruf dan
perpaduan huruf, kemudian menebalkan titik – titik huruf / kata yang telah
diajarkan, biasanya lebih sering kata benda yang ada di lingkungan anak dan
dimengerti anak, sambil menebalkan anak membaca huruf / kata apa yang sedang
dia tebalkan.
f)
Metode Analisis Gelas.
Anak
menyimak gambar peraga yang diperlihatkan. Mengidentifikasi kata lalu
mengucapkan kata dengan bunyi kelompok. Misal : B a j u , dibaca b a – j u B
u k u , dibaca b u – k u
Setelah anak mengulang beberapa kali
, tulisan huruf yang tadi disebutkan, kemudian coba tutup sebagian atau salah
satu huruf, sampai anak ingat betul.
2)
Kesulitan
Menulis
Anak Tunagrahita
memiliki kesulitan dalam mengingat abjad,huruf atau simbol sehingga mereka
cenderung sulit untuk membaca tulisan,kata, bahkan kalimat. Kesulitan
belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia). (Jordon dikutip
oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985 : 237). Kesulitan belajar menulis yang
berat disebut juga afgrafia. Pada
dasarnya disgrafia menunjuk pada adanya ketidakkemampuan mengingat cara membuat
huruf atau simbol – simbol matematika yang biasanya dikaitkan dengan kesulitan
membaca atau disleksia.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan anak Tunagrahita berkesulitan dalam belajar menulis yakni :
a.
Memegang
pensil (Psikomotorik)
1. Sudut
pensil terlalu besar
2. Sudut
pensil terlalu kecil
3. Menggenggam
pensil seperti mau meninju
4. Menyangkutkan
pensil di tangan atau menyeret pensil. Jenis
memegang pensil seperti ini yakni termasuk ciri – ciri bagi anak kidal.
b. Mengenal
huruf
Anak
Tunagrahita sulit dalam mengenal huruf, apabila sudah di acak-acak letaknya.
Sehingga untuk menuliskan huruf-huruf dengan
rapi dan benar juga kesulitan. Dengan demikian maka Daya Ingat (Memory) anak Tunagrahita sangat lemah, sehingga perlu
pelayanan khusus dalam pembelajaran.
c. Menulis ekspresif.
Yakni mengungkapkan
pikiran dan perasaan dalam suatu bentuk tulisan. Sehingga dapat dipahami oleh
orang lain yang sebahasa, menulis ekspresif disebut juga mengarang atau
komposisi.
3)
Kesulitan
Berhitung Matematika
Keterampilan proses kognitif dasar
sangat erat kaitannya dengan keterampilan belajar matematika. Anak yang telah memiliki
keterampilan proses kognitif dasar akan lebih mudah untuk belajar matematika,
dan sebaliknya. Keterampilan kognitif dasar meliputi: keterampilan dalam
mengelompokkan objek menurut atribut tertentu, keterampilan mengurutkan objek
menurut besar/kecil atau panjang pendek, korespondensi, dan kemampuan dalam
konservasi.
Kesulitan belajar matematika disebut
juga diskalkulia (discalculis) (Lerner, 1988 : 430). Istilah diskalkulia
memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan saraf pusat.
Dalam pembelajaran matematika di
lapangan, anak tunagrahita banyak mengalami hambatan yang dapat dilihat dari beberapa aspek seperti:
a) Membilang
: anak tunagrahita sulit untuk menyebutkan bilangan
secara berurutan,
seperti dari bilangan 9 sampai ke 12, dan dari bilangan 15 sampai ke 17, ada
yang lancar dari 1 sampai 19 akan tetapi bilangan 20 tidak disebut tetapi
kembali kebilangan 10.
b) Mengoperasikan
Penjumlahan,pengurangan,perkalian,pembagian
c) Memecahkan
masalah Matematika
Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa anak Tunagrahita ketika belajar mengalami beberapa kesulitan yaitu: persepsi (perception), baik pendengaran, penglihatan, taktual dan kinestetik,
kemampuan mengingat (memory), proses
kognitf (cognitive prcsess) dan
perhatian (attention). Kemampuan-kemampuan
tersebut bersifat internal di dalam otak. Proses belajar akan mengalami
hambatan/kesulitan apabila kemampuan-kemampuan tersebut mengalami gangguan.
SUMBER
·
http://re-searchengines.com/tarmansyah1208.htm
Terima kasih untuk artikelnya
BalasHapusPerlu diperhatikan bahwa kesulitan belajar tunagrahita tidak sama artinya dg anak disleksia/diskalkulia dll. Sebaiknya dipahami dulu