A. Landasan Yuridis
1. UUD 1945 (amandemen)
Pasal 31
• Ayat (1) : “Setiap warga negara berhak mendapatpendidikan”
• Ayat (2) : “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”
2. UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional :
Pasal 3 • Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, Berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pasal 5
• Ayat (1) :Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu
• Ayat (2) :Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus
• Ayat (3) :Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus
• Ayat (4) : Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 32
• Ayat (1) : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
• Ayat (2) : Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang
terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.
3. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 48
• Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
(sembilan) tahun untuk semua anak.
Pasal 49
• Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan
4. UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat
5.Deklarasi Bandung tanggal 8-14 Agustus 2004 tentang ”Indonesia menuju
Pendidikan Inklusi”,
a. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya
mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam
bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun
bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal.
b. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya
sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang
manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan
kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan
eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis,
sosiologis, hukum, politis maupun cultural.
c. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif
yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara pemerintah,
institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri,
orang tua serta masyarakat.
d. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak berkelainan dan anak
berkebutuhan khusus lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat
mengembangkan keunikan potensinya secara optimal
e. Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan
siapapun, kapanpun dan dilingkungan manapun, dengan meminimalkan
hambatan
f. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif
melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan, pelatihan, dan lainnya
secara berkesinambungan.
g. Menyusun rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan
aksesibilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan yang berkualitas,
kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak
berkebutuhan khusus lainnya.
6. PP No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
7. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380 /C.66/MN/2003, 20
Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusi bahwa di setiap Kabupaten/ Kota
di seluruh Indonesia sekurang kurangnya harus ada 4 sekolah penyelenggara
inklusi yaitu di jenjang SD, SMP, SMA dan SMK masing-masing minimal
satu sekolah.
8. Deklarasi Bukittinggi tahun 2005 tentang ” ”Pendidikan untuk semua”
yang antara lain menyebutkan bahwa ”penyelenggaraan dan pengembangan
pengelolaan pendidikan inklusi ditunjang kerjasama yang sinergis dan
produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, istitusi terkait,
dunia usaha dan industri, orangtua dan masyarakat”.
Sedangkan Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusif
adalah:Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan
se dunia. Deklarasi ini sebenarnya penagasan kembali atas Deklarasi PBB
tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lajutan yang berujung pada
Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi
individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari
system pendidikan ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama
memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
B. Landasan Empiris
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat
sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the
National Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan
bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau
tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini
merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller,
Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa
sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak
berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat
heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995).
Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut) atas
hasil banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh
Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker
(1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13
buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif,
baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan
teman sebayanya.
D. Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia
adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka
Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud
pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun
horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi.
Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan
fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri,
dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku
bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi
politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi
yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajuban untuk membangun
kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.
D. Landasan Pedagogis
Pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, nerilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab.Jadi, melalui
pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang
demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai
perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil
tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di
sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi
kesempatan bersama teman sebayanya.
Sumber:
http://inti.student.fkip.uns.ac.id/2009/01/15/pendidikan-inklusive/
http://www.bintangbangsaku.com/content/landasan-yuridis-pendidikan-inklusi
http://www.plbjabar.com/?inc=tentang_kami&kat=landasan_yuridis.